Nusaybah Bint Ka’ab adalah seorang wanita yang namanya berkibar sebagai penjaga Nabi Muhammad SAW di Perang Uhud. Ketika pasukan muslim kocar-kacir meninggalkan Rasulullah, Nusaybah siap sedia untuk selalu berada di samping beliau, menghunus pedangnya tanpa henti. Tapi siapa yang menyangka tugas awal Nusaybah hanyalah pembawa air bagi tentara muslim?
Nusaybah bukanlah seorang tentara. Ia tidak pernah berlatih untuk bertarung. Namun ia melihat kesempatan untuk berkontribusi bagi Islam dan ia mengambilnya, apapun perannya. Ketika umat Islam membutuhkan perawat, ia langsung mengajukan diri. Dan ketika umat Islam memerlukan tentara untuk berperang, ia pun tak segan untuk maju.
Nusaybah adalah lambang dari seorang kontributor. Ikon seorang sukarelawan. Ia ada di setiap lini, bersungguh-sungguh melakukan ikhtiar dari setiap peran.
Membalut luka.
Mengayun pedang.
Membidik panah.
Menjadi tameng.
Ia bahkan menyuruh anaknya yang terluka untuk kembali ke medan perang.
Karena keberaniannya lah ia didoakan langsung oleh Rasulullah untuk bersama-sama menemani beliau di surga Allah.
Perkembangan Islam tidak lepas dari campur tangan sahabat yang berkontribusi di berbagai bidang. Layaknya Nusaybah, para sahabat Rasulullah SAW merupakan orang-orang yang langsung belajar dari beliau dan berlomba-lomba untuk melakukan apapun yang mereka bisa demi dakwah Islam.
Ja’far bin Abu Talib menggunakan kemampuan berbahasanya untuk memimpin umat Islam berhijrah ke Abbesinia. Tutur katanya yang lembut dan penjelasannya yang elok tentang agama Allah berhasil memukau Negus sang Raja Abbesinia untuk memeluk Islam dan melindungi umat Muslim dari fitnah kaum Quraisy.
Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf dan Zubayr bin Awwam menggunakan kemahiran mereka dalam berdagang untuk mensupport kaum muslimin secara finansial. Utsman bin Affan bahkan membeli sebuah sumur milik Yahudi untuk kepentingan umat Islam dengan uang pribadinya.
Tidak lepas dari sejarah, perkembangan dakwah Islam sejak saat itu banyak dibantu oleh orang-orang yang mengajukan diri untuk berkontribusi. Dalam istilah modernnya: volunteer. Secara langsung saya menyaksikan berjayanya dakwah Islam di negeri Paman Sam, negeri di mana Islam hanyalah sebuah minoritas. Namun, ‘hanya’ adalah sebuah understatement.
Pertama kali saya datang ke Muktamar IMSA 2014 di Oakland, saya terpukau atas besarnya acara tersebut. Acara yang berkapasitas lebih dari seribu orang yang mottonya adalah dari kita untuk kita. Acara yang terwujud karena Allah gerakkan hati masyarakat Indonesia di Amerika untuk saling membantu dan berkontribusi. Acara yang planningnya dilakukan bahu-membahu oleh mereka yang ber-title volunteer. Acara yang terselenggara lagi dan lagi, setiap tahun semakin bertumbuh animo dan programnya, karena kerja keras para sukarelawan.
Berkenalan dengan sesama ibu-ibu di tempat saya tinggal juga mengajari saya akan arti dari volunteering. Mereka aktif mengembangkan pengajian lokaliti yang bersinergi dengan indah dengan kepedulian sosial. Mengkaji Al-Quran, menghidupkan silaturahmi, mengajarkan Islam pada anak-anak, menolong anggota masyarakat yang perlu bantuan, mengurus yang sakit, bahkan piket bergantian menjadi penjaga-penjaga kawan yang di ambang sakaratul maut. Masya Allah, sangat menyejukkan rasanya. Seperti mata air di tengah-tengah tanah yang gersang dan kering kerontang. Saya sungguh terharu melihat kepedulian sosial yang sangat kontras dengan individualisme di Amerika, the land of freedom. Betapa besarnya impact yang mereka bawa ke dalam komunitas mereka ketika setiap anggota masyarakat bisa mengambil manfaat tiap aktivitas yang mereka usahakan.
Lalu saya mengenal IMSA Sisters, yang banyak menawarkan kelas perkenalan bagi muslimah Indonesia di Amerika. Di situ saya belajar melafalkan Al-Quran dengan lebih baik lewat kelas tahsin, mendapat banyak support mental dan religius lewat TeleHalaqah, dan membuat tahfidz — hal yang dulu saya pikir sangat berat dan stressful— jadi lebih ringan dan menyenangkan. Alhamdulillah setelah beberapa tahun, saya merasakan perkembangan pribadi karena mengikuti aktivitas-aktivitas ini. Dan indahnya lagi, berkat izin Allah SWT, semua itu adalah buah manis dari para orang-orang yang ikhlas untuk menghidupkan ghirah Islam. Mereka adalah individu-individu seperti Nusaybah binti Ka’ab, yang melihat setiap kesempatan untuk berkontribusi dan mengambilnya, lalu bersungguh-sungguh dalam melaksanakannya, apapun itu perannya.
Masya Allah, sungguh indahnya jika nama kita masuk ke dalam daftar orang-orang yang membantu agama Allah. Seperti firman Allah dalam surat Muhammad:
Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.
Meskipun perlu perjuangan berat, itu semua bukan hal yang mustahil. Layaknya setiap sahabah dan sahabiyah Rasulullah SAW, setiap dari mereka mengusahakan bahkan hal terkecil sekali pun untuk agama ini. Dan Insha Allah, Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan tiap peluh keringat dalam upaya kita.
Setiap dari kita bisa berikhtiar dan berjuang seperti Nusaybah binti Ka’ab.
Setiap dari kita sangat mungkin bersumbangsih seperti Ja’far bin Abi Talib.
Setiap dari kita Insya Allah mampu menjadi kontributor seperti Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, dan Zubayr bin Awwab versi kita sendiri.
Setiap dari kita bisa menjadi volunteer, biidznillah.
Maka dari itu…
Mari kita ambil setiap kesempatan.
Mari kita bersungguh-sungguh dalam kesempatan itu.
Apapun perannya.
Karena setiap dari kita adalah sukarelawan.
Penulis: Gita Arimanda
Comments